Detail

Blog Image

KENALI KDRT PSIKIS

Devita Suci H., S.H.

Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kerap terjadi di masyarakat, jumlah kasus KDRT di Indonesia sendiri cenderung meningkat selama pandemi COVID-19 ini. Oleh karena itu adanya bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dapat terjadi yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.  Perlu di ketahui KDRT dalam bentuk psikis lebih menimbulkan bahaya berkepanjangan, dampak psikis bisa menimbulkan trauma dan menghancurkan konsep diri, membuat korban merasa bahwa dirinya buruk, dan hal lain seperti depresi yang berujung korban dapat melakukan bunuh diri.

Dalam undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dijelaskan pada pasal 7 yaitu “Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.” Untuk pembuktian dalam kasus KDRT Psikis ini bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan forensik psikis oleh pihak kepolisian (visum). Kekerasan psikis memang sulit untuk dilihat, bahkan bisa jadi korban tidak menyadari bahwa dirinya mengalami kekerasan psikis. Secara umum, disebut sebagai kekerasan psikis apabila:

  1. Ada pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan negatif, atau sikap dan gaya tubuh yang merendahkan;
  2. Tindakan tersebut menekan, mencemooh/menghina, merendahkan, membatasi, atau mengontrol korban agar memenuhi tuntutan pelaku.

Bila kekerasan psikis ini telah menimbulkan dampak yang mengganggu kondisi kejiwaan korban, maka harus segera dihentikan dengan melaporkan kepada lembaga penyedia layanan yang ada. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2006 tentang kerjasama pemulihan korban KDRT, korban bisa mendapat fasilitas pemulihan dengan psikiater dan psikolog dan mendapat bantuan pertama dari lembaga unit PPA (Pelayanan Perempuan & Anak) yang berkoordinasi dengan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan & Anak) dibawah Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Lembaga-lembaga ini bisa membantu memberikan informasi berbagai hal terkait persoalan KDRT, juga dapat menjadi mediator untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dialami oleh korban.

Bila sudah sampai kepada proses hukum, maka diperlukan bukti. Pasal 55 UU PKDRT menyebutkan bahwa keterangan salah seorang saksi saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai salah satu alat bukti lainnya. Dalam pasal 78 ayat (1) KUHP diatur ketentuan kadaluarsa pelaporan yaitu maksimal 6 tahun setelah tindak pidana terjadi. Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan psikis dalam rumah tangga tertuang dalam pasal 45 UU PKDRT. Ancaman hukuman maksimal yang bisa dikenakan pada pelaku adalah 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). Selama dalam proses hukum berlangsung, korban dapat diberikan perlindungan sementara dari pihak kepolisian.

Bagi Healthies yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga jangan segan dan ragu untuk berani melapor kepada pihak kepolisian atau advokat pro bono bisa menjadi salah satu solusi bagi korban KDRT yang membutuhkan pendampingan hukum, advokat pro bono adalah advokat yang memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Healthies dapat mengakses melalui Website https://www.justika.com/koneksi (Mitra adu pro bono koneksi). Selain itu Healthies dapat menggunakan layanan konsultasi pernikahan ProHealth milik RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat, layanan klinik Psikologi ProHealth melayani healthies di luar jam kerja, ayo segera buat janji. Informasi dan pendaftaran https://www.rsjlawang.com/ProHealth

 

Kategori

Terkini

Tags

Testimonials