Detail

Blog Image

MENGENAL WHO QUALITYRIGHTS 1: Sebuah Awal Reformasi Pelayanan Kesehatan Mental

Ns. Rendi Yoga Saputra, S.Kep

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara global mulai menginisiasi sebuah reformasi dalam pelayanan kesehatan mental. Program tersebut dinamakan QualityRights, merupakan sebuah program dengan prinsip pelayanan kesehatan mental yang menggunakan pendekatan berdasarkan pemenuhan hak-hak asasi manusia dan berorientasi pada proses penyembuhan. Orientasi pada penyembuhan tersebut tidak melulu tentang pelayanan yang berbasis rumah sakit (Hospital-based) namun juga menuntut pemerintah dan pemberi layanan kesehatan untuk terus berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan mental berbasis komunitas (Community-based).

QualityRights tercipta berdasarkan fenomena global terjadinya pelayanan kesehatan yang mengancam keselamatan, berisiko terjadinya ancaman kekerasan, pengabaian dan perlakuan lain yang tidak semestinya pada orang dengan disabilitas. QualityRights juga digunakan sebagai bentuk ejawantah dari perumusan konvensi hak asasi pada orang dengan disabilitas atau Convention on the Rights of Person with Disabilities (CRPD) yang dilaksanakan PBB sejak tahun 2006. 

WHO menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang memiliki disabilitas bukan hanya individu yang memiliki gangguan dan keterbatasan fisik saja, namun juga orang dengan keterbatasan kognitif, intelektual dan psikososial. Program ini menjamin individu dengan disabilitas tersebut terpenuhi kebutuhannya, tidak merasa tertahan atau terkurung dalam fasilitas pelayanan, tidak mendapatkan intervensi medis yang tidak atas persetujuannya sendiri, dan tidak mendapatkan perlakuan yang diskriminatif akan kondisi mereka.

Stigma dan diskriminasi masih menjadi konteks yang ‘memenjara’ proses recovery orang dengan disabilitas mental. Secara global stigma dan diskriminasi di lingkup komunitas masih menjadi sasaran untuk diperangi oleh petugas kesehatan dan pemerintah. Perlakuan tidak adil pada orang dengan disabilitas menjadi manifestasi dari stigma pada komunitas. Bahkan pada populasi tertentu, orang dengan disabilitas menjadi sasaran terjadinya tindak kriminal, abuse secara seksual, abuse dan  perundungan secara verbal dan fisikal. Beberapa dari kita pasti pernah mendengar atau membaca berita tentang tindak perkosaan dan penipuan pada orang dengan disabilitas mental.

Dikutip dari laman resmi WHO QualityRights, tujuan pelaksanaan QualityRights antara lain adalah:

  1. Membangun kemampuan untuk memahami dan mempromosikan hak-hak asasi manusia, proses penyembuhan dan hidup mandiri di masyarakat.
  2. Mendorong terciptanya pelayanan yang berbasis komunitas dan berorientasi pada proses recovery yang sejalan dengan Convention on the Rights of Person with Disabilities (CRPD).
  3. Meningkatkan kualitas dan hak asasi pada pasien rawat inap dan rawat jalan pada pelayanan kesehatan mental dan pelayanan yang sejenis lainnya.
  4. Mengembangkan gerakan masyarakat untuk mengadvokasi dan juga berimbas pada pengambilan kebijakan.
  5. Mereformasi aturan nasional dan legislasi yang sejalan dengan Best Practice, CRPD dan standar internasional hak asasi manusia yang lain.

 

Secara langsung, pelaksanaan QualityRights akan berimbas pada fasilitas pelayanan kesehatan mental di Indonesia dan seluruh dunia. Pemerintah sebagai penyedia layanan akan dituntut untuk mereformasi pelayanan menjadi lebih baik lagi. Tidak akan ada lagi pengguna layanan kesehatan mental yang terkurung dalam ruangan tanpa kontak dengan individu lain, serta tidak ada lagi pasien yang terikat dalam satu tempat tidur dan tidak dapat bergerak bebas. Kejadian tersebut tidak hanya pernah terjadi dalam setting pelayanan rawat inap namun juga pelayanan berbasis komunitas pada pasien rawat jalan. Sehingga mereka merasa tidak memiliki kuasa dan terjamin hak asasi manusia yang mereka miliki.

 

Guna mengusung tema QualityRight tersebut, WHO menyusun 5 tema utama yang didalamnya terdapat berbagai standar dalam pelayanan, mulai segi fisik bangunan hingga bagaimana layanan kesehatan mental tersebut diberikan kepada pasien. 5 tema dan standar di dalamnya akan dituliskan oleh penulis pada artikel lanjutan. Namun secara sederhana, pengguna layanan kesehatan mental sejatinya berhak untuk menentukan sendiri kemauan dan bagaimana cara dia mendapatkan pelayanan perawatan kesehatan mental.

 

Pengguna layanan apabila menolak untuk mendapatkan pelayanan yang Hospital-based maka rumah sakit wajib menyediakan informasi tentang pelayanan yang Community-based. Sayangnya di Indonesia masih belum terdapat pelayanan kesehatan mental yang bersifat community-based yang bersifat resmi dan berkesinambungan dengan pelayanan rumah sakit. Sehingga continuum of care atau perawatan yang berkelanjutan masih menjadi tantangan untuk dipenuhi.

 

Praktik lain adalah pengguna layanan wajib merupakan orang pertama yang mengambil keputusan tentang pelayanan yang akan diterima. Informed consent menurut QualityRights WHO harus berdasarkan persetujuan pasien sendiri.  Namun, penerima layanan juga dapat menunjuk support person yang paling dia percaya dan paling membuatnya nyaman untuk mewakilinya. Sekali lagi pilihan tentang siapa support persons-nya dan sejauh mana dia dapat mewakili pasien juga merupakan hak pasien untuk memutuskan. Hal ini memastikan pasien untuk mendapatkan kapasitas legalnya.

 

Gujarat (India), Ghana, Republik Kenya dan beberapa negara di Eropa telah memulai program QualityRights dalam pelayanan kesehatan mental secara nasional dan resmi diinisiasi oleh pemerintah. Sedangkan baru-baru ini 10 Oktober 2019, bertepatan dengan hari kesehatan jiwa sedunia, tetangga kita Filipina secara resmi telah mengumumkan bergabung dan memulai praktik QualityRights di seluruh penjuru negeri Filipina. Lalu bagaimana dengan Indonesia? 

Kategori

Terkini

Tags

Testimonials